Kebijakan Tarif Trump Jadi Alarm, Pemerintah Indonesia Diminta Genjot Teknologi Digital

Kebijakan Tarif Trump Jadi Alarm, Pemerintah Indonesia Diminta Genjot Teknologi Digital

mediadaring.com, Jakarta – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi menerapkan kebijakan tarif resiprokal atau tarif timbal balik terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, pada Rabu, 2 April 2025. Langkah ini dinilai bisa menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memperkuat transformasi di sektor teknologi digital nasional.

Direktur Eksekutif Indonesia Digital and Cyber Institute (IDCI), Yayang Ruzaldy, menegaskan bahwa dunia saat ini tengah memasuki era keseimbangan baru dalam lanskap ekonomi global. Ia menyebut, efisiensi, inovasi, dan kecepatan adopsi teknologi digital kini menjadi penentu utama daya saing antarnegara, menggantikan dominasi tradisional pada sektor produksi fisik.

Bacaan Lainnya

“Ini saatnya pemerintah Indonesia mendesain ulang kebijakan perdagangan luar negeri dengan mengintegrasikan pendekatan berbasis digital,” ujar Yayang dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/4/2025).

Menurutnya, pendekatan perdagangan digital mampu membuka akses pasar internasional lebih luas tanpa bergantung pada ekspor barang fisik. Pemerintah, kata Yayang, perlu memberikan dukungan konkret, termasuk insentif fiskal bagi industri yang mengadopsi otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), hingga digitalisasi rantai pasok.

Ia juga mendorong dibentuknya Digital Sovereign Fund, yakni dana investasi nasional yang khusus mendukung pertumbuhan sektor teknologi dan pengembangan ekosistem digital yang berkelanjutan serta berdaya saing tinggi.

Dorongan Transformasi UMKM

Yayang turut menyoroti pentingnya transformasi UMKM menjadi pelaku digital-native. Dengan memanfaatkan e-commerce lintas negara, UMKM Indonesia dapat memperluas jangkauan pasar ke level global tanpa perlu melalui proses ekspor konvensional yang kerap terkendala logistik dan birokrasi.

“Fintech bisa jadi solusi pembiayaan modern untuk UMKM. Dengan kredit digital atau blockchain lending, pelaku usaha kecil dapat mengakses modal lebih mudah tanpa terhambat sistem perbankan konvensional,” jelas Yayang.

Perusahaan Harus Adopsi AI dan Kolaborasi Regional

Selain pemerintah dan UMKM, Yayang juga mengajak pelaku industri besar dan perusahaan swasta untuk mulai menerapkan kecerdasan buatan dan otomatisasi dalam operasional mereka. Strategi ini diyakini mampu meningkatkan efisiensi produksi dan memperkuat posisi produk Indonesia di pasar internasional.

Ia juga menekankan pentingnya kemitraan regional melalui platform digital Business-to-Business (B2B). “Kolaborasi digital lintas negara ini memungkinkan perusahaan Indonesia tetap terlibat dalam rantai pasok global, meskipun menghadapi tekanan dari tarif dan kebijakan proteksionis negara besar,” tambahnya.

Investor Diminta Prioritaskan Startup Teknologi

Lebih lanjut, Yayang mendorong investor untuk lebih memprioritaskan pendanaan terhadap startup teknologi lokal, khususnya yang bergerak di sektor logistik digital dan pengembangan kecerdasan buatan.

Ia menyebut, dukungan terhadap startup ini akan mempercepat transformasi digital nasional dan meningkatkan daya saing Indonesia di era ekonomi digital.

Kolaborasi antara modal ventura dan inkubator digital juga dinilai krusial dalam membangun ekosistem startup yang kuat, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong peningkatan produktivitas nasional.

Reformasi Pendidikan untuk Talenta Digital

Yayang menegaskan perlunya reformasi kurikulum pendidikan vokasi dan universitas agar mampu mencetak talenta digital yang sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Kurikulum baru yang relevan dengan perkembangan teknologi perlu segera diterapkan agar generasi muda siap bersaing di dunia kerja yang kian terdigitalisasi.

“Lembaga akademik dan komunitas digital juga harus aktif melakukan riset dan pengembangan kebijakan berbasis data. Hasil riset ini bisa menjadi dasar penyusunan kebijakan pemerintah dan strategi bisnis teknologi,” ujarnya.

ASEAN Respon Kebijakan Tarif AS

Sementara itu, Presiden Indonesia Prabowo Subianto turut membahas kebijakan tarif baru AS dalam pertemuan virtual bersama para pemimpin ASEAN lainnya, seperti Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., dan Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong.

Anwar Ibrahim mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut bertujuan menyatukan respons negara-negara ASEAN dalam menghadapi kebijakan dagang Amerika Serikat yang kini menerapkan tarif minimal 10% untuk seluruh impor, dengan Indonesia dikenai tarif hingga 32%.

“Pertemuan lanjutan antar Menteri Ekonomi ASEAN akan digelar pekan depan guna mencari solusi terbaik yang menguntungkan seluruh negara anggota,” ungkap Anwar melalui akun Instagram pribadinya.

Selain Indonesia, negara-negara ASEAN lainnya juga turut terdampak. Malaysia dan Brunei Darussalam dikenai tarif sebesar 24%, Filipina 17%, Singapura 10%, sementara negara lain seperti Kamboja, Vietnam, dan Myanmar bahkan mendapat beban tarif lebih dari 40%.

Pos terkait