Mediadaring.com, Tokyo – Pemerintah Jepang telah mengumumkan rencana darurat untuk mengevakuasi lebih dari 100.000 warga sipil dari pulau-pulau terpencil di dekat Taiwan jika terjadi eskalasi konflik di wilayah tersebut. Ini menjadi pertama kalinya Jepang secara resmi mengungkapkan strategi evakuasi skala besar bagi warganya di daerah perbatasan.
Dalam skenario darurat ini, sekitar 110.000 penduduk dan 10.000 wisatawan di lima pulau di rantai Sakishima, barat daya Jepang, akan dipindahkan menggunakan kapal dan pesawat ke delapan prefektur di Jepang bagian barat dan barat daya. Berdasarkan laporan dari Kyodo, proses evakuasi diperkirakan memakan waktu enam hari. Para pengungsi akan dibawa dengan kapal feri atau pesawat menuju Kyushu, salah satu pulau utama Jepang, sebelum ditempatkan di lokasi pengungsian yang telah disiapkan.
Sebagai langkah antisipasi, pemerintah Jepang juga merencanakan latihan evakuasi di pulau-pulau Sakishima mulai April tahun depan. Demikian dilaporkan oleh The Guardian.
Ancaman Konflik dan Persiapan Jepang
Meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan, terutama dengan kemungkinan invasi China ke pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu, mendorong Jepang untuk memperkuat perlindungan terhadap wilayah-wilayah terluarnya.
Jepang juga berencana menempatkan sistem rudal permukaan-ke-udara di Yonaguni, pulau yang hanya berjarak 100 km dari Taiwan. Media Jepang melaporkan bahwa pangkalan Pasukan Bela Diri Jepang di Yonaguni tengah membangun tempat perlindungan bawah tanah yang dilengkapi dengan pasokan makanan dan air untuk bertahan hingga dua minggu.
Menteri Pertahanan Jepang, Gen Nakatani, dalam pernyataannya pada Januari lalu menegaskan bahwa situasi di kawasan ini memunculkan “rasa krisis yang kuat” bagi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau perbatasan Jepang.
“Saya ingin memastikan bahwa semua langkah yang diperlukan telah diambil untuk melindungi negara kita,” ujarnya, sebagaimana dikutip oleh Yomiuri Shimbun.
Meski dalam rencana evakuasi ini Taiwan tidak disebut secara eksplisit, ketegangan yang meningkat sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 dan perubahan kebijakan luar negeri AS di bawah Donald Trump telah memunculkan kekhawatiran bahwa Taiwan bisa menjadi titik konflik berikutnya.
Reaksi Publik dan Kekhawatiran Terhadap Komitmen AS
Rencana evakuasi Jepang ini menjadi perbincangan di Taiwan, dengan berbagai media lokal mengaitkannya dengan potensi konflik di Selat Taiwan dan hubungan yang semakin kompleks dengan Amerika Serikat.
“Rasanya semakin dekat dengan perang,” tulis seorang pembaca dalam laporan media Taiwan.
“Jepang pun menyadari bahwa Trump tidak akan melindungi Taiwan,” komentar pembaca lain. “Bahkan jika mereka mengirimkan senjata ke Taiwan, kemungkinan besar itu tidak akan cukup untuk menang. Jepang tampaknya lebih memilih untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Tapi apakah pemerintah kita sudah memiliki rencana serupa untuk melindungi rakyat?”
Dalam beberapa minggu terakhir, media Jepang juga melaporkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk menempatkan rudal jarak jauh di Kyushu. Hal ini dipicu oleh kekhawatiran terhadap kebijakan Trump yang cenderung mempertanyakan perjanjian pertahanan pascaperang antara AS dan Jepang.
Trump sempat mengkritik perjanjian keamanan Jepang-AS, menyebutnya tidak adil karena mengharuskan AS untuk melindungi Jepang, sementara Jepang tidak memiliki kewajiban yang sama terhadap AS.
“Kami memiliki hubungan yang baik dengan Jepang, tetapi kesepakatan ini sangat menguntungkan mereka. Jika Jepang diserang, kami harus melindungi mereka, tetapi jika kami yang diserang, mereka tidak perlu membantu kami,” ujar Trump pada awal Maret lalu.
Okinawa dan Sengketa Laut China Timur
Pemerintah Jepang mengakui bahwa rencana evakuasi ini disusun dengan asumsi bahwa ancaman militer terhadap wilayahnya semakin nyata. Kyodo melaporkan bahwa Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshimasa Hayashi, menegaskan bahwa skenario evakuasi disiapkan berdasarkan kemungkinan serangan bersenjata di masa depan.
Dengan keberadaan hampir 50.000 tentara AS di Okinawa, wilayah ini kemungkinan akan menjadi pusat operasi militer jika terjadi keadaan darurat terkait Taiwan.
Selain itu, Jepang juga memiliki sengketa dengan China atas Kepulauan Senkaku, sekelompok pulau tak berpenghuni di Laut China Timur yang saat ini berada di bawah administrasi Tokyo. China juga mengklaim kepulauan tersebut dan menyebutnya sebagai Diaoyu, sehingga meningkatkan ketegangan antara kedua negara.
Seiring dengan dinamika geopolitik yang terus berkembang, Jepang tampaknya semakin serius dalam mempersiapkan langkah perlindungan bagi warganya, sambil terus memperkuat pertahanan di wilayah strategisnya.