Mediadaring.com, Jakarta – Momen Ramadan dan Lebaran 2025 diprediksi tidak akan cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meski di tahun-tahun sebelumnya, periode ini sering kali menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kondisi daya beli masyarakat yang masih lesu, serta berbagai tantangan lainnya yang menghambat pemulihan ekonomi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengungkapkan bahwa meski Ramadan dan Lebaran selalu menjadi waktu yang dinanti oleh perekonomian, tahun ini situasinya berbeda. Menurutnya, ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025 diperkirakan masih akan berada di angka sekitar 4,9 persen, sebuah angka yang lebih rendah daripada target pertumbuhan 5 persen.
“Kuartal pertama ini sulit untuk mencapai pertumbuhan 5 persen, saya kira akan berada di sekitar 4,9 persen,” ujar Tauhid saat diwawancarai pada Sabtu, 29 Maret 2025. Meski begitu, ia memperkirakan perputaran uang pasca Lebaran, terutama pada bulan April, akan meningkat, namun secara year on year, angka konsumsi diprediksi masih mengalami kontraksi dibandingkan tahun sebelumnya.
Pelemahan Daya Beli dan Dampaknya pada Ekonomi
Pelemahan daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor utama yang menghambat optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi selama Ramadan dan Lebaran 2025. Sebagai gambaran, berdasarkan modeling yang dilakukan oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS), tambahan Produk Domestik Bruto (PDB) yang diperoleh dari momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini diperkirakan hanya mencapai Rp 140,74 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 16,5 persen dibandingkan tahun lalu yang tercatat mencapai Rp 168,55 triliun.
Selain itu, keuntungan yang diperoleh oleh para pengusaha juga diperkirakan akan turun signifikan. Pada 2025, keuntungan yang diproyeksikan hanya mencapai Rp 84,19 triliun, lebih rendah dibandingkan Rp 100,83 triliun yang tercatat pada tahun sebelumnya. Penurunan ini menunjukkan adanya ketidakstabilan dalam konsumsi yang berimbas pada daya beli masyarakat yang tertekan.
Tanda-tanda Lain dari Pelemahan Ekonomi
Selain penurunan angka PDB dan keuntungan pengusaha, salah satu indikator lain yang memotret kondisi ekonomi yang melemah adalah menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK). Hal ini menandakan bahwa masyarakat mulai menahan pengeluarannya dan lebih memilih untuk menyimpan uang ketimbang mengonsumsinya.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, juga mengungkapkan bahwa meskipun Ramadan dan Lebaran selalu berpotensi untuk mendorong konsumsi rumah tangga, tahun ini tetap sulit untuk mencapai angka yang signifikan. “Momen Ramadan dan Lebaran tetap memiliki efek musiman, namun faktor-faktor makroekonomi lainnya belum mendukung daya beli masyarakat yang cukup kuat untuk memicu pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Kendala Ekonomi Makro dan Pengaruhnya pada Belanja Masyarakat
Selain daya beli yang rendah, beberapa faktor makro lainnya juga memberi dampak terhadap keengganan masyarakat untuk mengeluarkan uangnya. Salah satunya adalah kebijakan pemerintah yang sedang melakukan efisiensi besar-besaran dalam belanja negara. Pembatasan ini tentu berdampak pada kepercayaan konsumen, yang cenderung menjadi lebih hati-hati dalam membelanjakan uang.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing juga menjadi faktor yang memperburuk situasi. Penurunan nilai tukar rupiah menciptakan ketidakpastian ekonomi, yang pada gilirannya membuat masyarakat lebih memilih untuk menahan pengeluaran.
Bhima menambahkan bahwa meskipun pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) pada momen Lebaran dapat mendorong sedikit peningkatan konsumsi, namun dampaknya dianggap tidak cukup signifikan untuk memacu ekonomi. “THR memang berfungsi sebagai pendorong konsumsi, tetapi setelah Lebaran, jika tidak ada faktor pendorong konsumsi yang kuat, ekonomi akan cenderung melambat,” jelasnya.
Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 2025
Berdasarkan berbagai indikator perekonomian yang ada, baik Tauhid Ahmad maupun Bhima Yudhistira memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2025 tidak akan mengalami lonjakan signifikan. CELIOS memperkirakan, meskipun ada sedikit kenaikan konsumsi di bulan Maret karena Ramadan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama 2025 hanya akan mencatatkan angka 5,03 persen (year on year), lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024 yang mencapai 5,11 persen.
“Ekonomi Indonesia di awal 2025 masih akan menghadapi berbagai tantangan. Meski ada peningkatan konsumsi pada periode Ramadan, kondisi ekonomi makro yang kurang mendukung akan membuat pertumbuhan ekonomi relatif stagnan,” tutup Bhima.
Momen Ramadan dan Lebaran 2025 tidak mampu menjadi pendorong utama untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang masih lemah. Faktor-faktor seperti daya beli yang menurun, efisiensi belanja pemerintah, dan ketidakpastian nilai tukar rupiah berperan besar dalam memperlambat pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada sedikit peningkatan konsumsi di akhir kuartal pertama 2025, tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini memerlukan langkah-langkah yang lebih signifikan untuk mendorong pemulihan yang lebih kuat.